Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer

Desiminasi Hasil Pengkajian Kasus Kematian Maternal dan Perinatal di SBD

Tambolaka, Kominfo – Kegiatan dibuka dengan resmi oleh Bupati SBD, dr. Kornelius Kodi Mete yang dihadiri oleh DPRD SBD, Dinas Kesehatan dan beberapa OPD terkait, Ketua Pokja AKI/AKB, dokter RS Karitas Weetabula, Camat Kodi Balaghar, Kodi, Wewewa Selatan, Wewewa Timur dan Loura, Kepala Puskesmas, tokoh agama, insan pers dan MOMENTUM.

Dalam sambutannya Bupati SBD, dr. Kornelius Kodi Mete menyambut baik upaya bersama pemerintah, MOMENTUM bersama stake holder laiinya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Dirinya berharap dengan adanya kerja sama antar lintas sektor ini dapat menekan angka kematian ibu dan bayi sesuai dengan program Pemda SDB Desa Sehat. Keterbatasan SDM di desa-desa merupakan hal yang perlu mendapat perhatian Bersama.

“Masalah yang kita hadapi adalah SDM masyarakat di tingkat bawah, peran kita semua baik tenaga Kesehatan, pemerintah desa, tokoh agama memberi pemahaman pada ibu hamil dan menyusui untuk selalu mengontrol kesehatannya di Puskesmas, RS maupun bidan” ungkap Bupati SBD.

Bupati SBD minta agar ibu hamil dan menyusui selalu diingatkan untuk selalu mengontrol Kesehatan ibu dan bayinya di tempat pelayanan Kesehatan. Tingginya kasus kematian Ibu (4 orang) dan bayi (28 orang) di tahun 2022 ini menjadi perhatian bersama.

Hal senada juga disampaikan oleh Senior Program Manajer MOMENTUM kluster Sumba, dr. Tenggudai Littik, bahwa pemahaman oleh ibu-ibu hamil dan menyusui masih rendah, sehingga lebih mempercayakan proses persalinannya melalui dukun beranak.

MOMENTUM yang sedang mendampingi 22 kabupaten di NTT (termasuk 4 kabupaten di Sumba) membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas Kesehatan. Masalah yang dihadapi di SBD adalah masalah keterlembatan ibu hamil dalam mengetahui tanda-tanda bahaya. Resiko kematian ibu dan bayi itu akibat bahaya.

“Jadi fokus kita ke yang beresiko, karena kalau melahirkan normal, ibu sehat dan bayi sehat, maka tidak ada resiko meninggal. Di SBD tahun 2021 kasus kematian ibu ada 14 orang, kita harus mencegah jangan sampai bertambah lagi, di tahun 2022 ini sudah 3 orang ibu hamil yang meninggal dunia” ungkap dr. Teda sapaan akrab Senior Program Manajer MOMENTUM pada media ini.

Dokter Teda menambahkan Pemerintah Pusat sampai Daerah sudah berupaya keras menekan angka kematian ibu dan bayi ini dengan mengeluarkan banyak regulasi dan didukung dengan kebijakan anggaran.

“Puskesmas dan Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah sudah bisa menginput kebutuhannya lewat aplikasi. Ini adalah kemajuan perencanaan dan penganggaran modern. Hanya dalam pelaksanaannya di tingkat desa lalu di aspek masyarakatnya ini yang perlu terus diperbaiki” jelasnya.

Pelaksanaan audit kematian ibu dan bayi melalui suatu proses yang Panjang, saat ini di SBD merupakan proses penghujung. Sejak adanya kematian langsung diaudit oleh bidan dan diserahkan ke Dinas Kesehatan untuk divalidasi (klarifikasi) agar kronologisnya tepat, dipastikan dokter memberikan diagnosa.

“Di SBD, setiap 3 bulan akan dilakukan audit, dari hasil audit tersebut dikaji oleh dokter spesialis dari Waibakul Sumba Tengah (pengkaji eksternal) apabila kematian tersebut terjadi di RS Karitas atau Puskesmas. Jadi prosedur/aturan mengkaji sudah ditetapkan oleh nasional dengan standar internasional. Jadi SBD sudah melakukan prosedur internasional, tidak asal mengkaji ” jelasnya.

Dokter Teda menjelaskan pertemuan hari ini untuk menetapkan rekomendasi agar Pemerintah Kabupaten mengetahui kondisi kematian ibu dan bayi di SBD untuk ditindak lanjuti. Dirinya berharap agar pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat sendiri merespon hasil desiminasi saat ini, agar secara bersama-sama menekan angka kematian ibu dan bayi di SBD.

Hingga berita ini diturunkan kegiatan Desiminasi Hasil Pengkajian Kasus Kematian Maternal dan Perinatal masih berlanjut dan akan dilakukan diskusi kelompok untuk membahas keterlambatan 1 (terlambat mengambil keputusan dari keluarga/komunitas), Terlambat 2 (terlambat mencapai faskes/masalah transportasi) dan Terlambat 3 (terlambat penanganan dari fasilitas Kesehatan). *** (Octa/002-22).-

0 Comments

There are no comments yet

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *